Baca Juga
Biografi Muhammad Abduh
Muhammad Abduh adalah seorang sarjanah, pendidik, mufti, ‘alim, teolog dan tokoh pembaharu Islam terkemuka dari Mesir. Muhammad Abduh memiliki nama lengkap Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah.25 Ia dilahirkan dari keluarga petani pada tahun 1849 M atau 1266 H, di suatu desa di Mesir Hilir. Mengenai di desa mana ia dilahirkan masih belum diketahui secara pasti. Sedangkan tahun 1849 M adalah tahun yang umum dipakai sebagai tahun kelahirannya. Namun, ada yang mengatakan bahwa ia lahir pada tahun sebelumnya yaitu 1848 M. Perbedaan pendapat tentang tempat, tanggal dan tahun lahirnya disebabkan karena pada saat itu terjadi kekacauan di akhir kepemimpinan Muhammad Ali (1805-1849 M).
Baca: Mantra Dan Do'a Di Zaman Para Wali
Kekerasan yang dipakai oleh penguasa-penguasa Muhammad Ali dalam mengumpulkan pajak dari penduduk-penduduk desa, menyebabkan para petani selalu berpindah tempat tinggal untuk menghindari beban-beban berat yang dilakukan penguasa-penguasa Muhammad Ali kepada mereka. Sehingga Ayah dari Muhammad Abduh sendiri selalu berpindah tempat tinggal dari desa ke desa, dan dalam kurun waktu satu tahun saja Ayah Muhammad Abduh sudah beberapa kali pindah tempat tinggal. Sehingga pada akhirnya Ayah Muhammad Abduh menetap di desa Mahallat Nashr dan membeli sebidang tanah di sana.26Ayah Muhammad Abduh bernama Abduh bin Hasan Khairullah, ia mempunyai silsilah keturunan dengan bangsa Turki yang telah lama tinggal di Mesir. Sedangkan Ibu dari Muhammad Abduh bernama Junainah. 27 Menurut riwayat hidupnya Ibu Muhammad Abduh berasal dari bangsa Arab yang silsilah keturunannya sampai ke Umar bin Khattab yaitu Khalifah kedua (Khulafaur Rasyidin).28 Abduh Ibn Hasan Khairullah menikah dengan Ibu Junainah sewaktu merantau dari desa ke desa dan ketika ia menetap di Mahallat Nashr, Muhammad Abduh masih dalam ayunan dan gendongan Ibunya. Muhammad Abduh lahir dan beranjak dewasa dalam lingkungan pedesaan di bawah asuhan Ibu dan Ayahnya yang tidak memiliki hubungan dengan pendidikan sekolah, tetapi memiliki jiwa keagamaan yang teguh. 29 Namun, di desanya Ayahnya sangat dikenal sebagai orang terhormat yang suka memberi pertolongan. Muhammad Abduh berkata :
Saya tadinya beranggapan bahwa Ayahku adalah manusia termulia di kampung saya. Lebih jauh, beliau saya anggap manusia yang termulia di dunia ini, karena ketika itu saya mengira bahwa dunia ini tiada lain kecuali kampung Mahallat Nashr. Pada saat itu para pejabat yang berkunjung ke desa Mahallat Nashr lebih sering mendatangi dan menginap di rumah kami dari pada di rumah kepala desa, walaupun kepala desa lebih kaya dan mempunyai banyak rumah serta tanah. Hal ini menimbulkan kesan yang dalam atas diri saya bahwa kehormatan dan ketinggian derajat bukan ditentukan oleh harta atau banyaknya uang. Saya juga menyadari, sejak kecil betapa teguhnya Ayahku dalam pendirian dan tekad serta keras dalam perilaku terhadap musuh-musuhnya. Semua itulah yang kutiru dan kuambil, kecuali kekerasannya.
Pendidikan Dan Pengalaman Muhammad Abduh
Dalam lingkungannya, Muhammad Abduh memang berasal dari keluarga petani yang tinggal di pedesaan. Hampir semua saudaranya membantu Ayahnya mengelola usaha pertanian, kecuali Muhammad Abduh yang oleh Ayahnya ditugaskan untuk menuntut ilmu pengetahuan. Pilihan ini mungkin hanya suatu kebetulan atau mungkin juga karen ia sangat dicintai oleh Ayah dan Ibunya. Hal tersebut terbukti dengan sikap Ibunya yang tidak sabar ketika ditinggal oleh Muhammad Abduh ke desa lain untuk menuntut ilmu. Baru dua minggu sejak kepergiannya, Ibunya sudah datang menjenguk.
Baca: 5 Hal Yang Di Alami Oleh Santri Zaman Dulu
Hal ini sangat terlihat bahwa kedua orang tua Muhammad Abduh sangat perhatian terhadap pendidikannya. Sejak kecil Muhammad Abduh sudah disuruh belajar menulis dan membaca di kampungnya. Agar kemudian ia dapat membaca dan menghafal Alquran. Setelah mahir membaca dan menulis, Ayahnya menyerahkan Muhammad Abduh kepada seorang guru yang hafidz Alquran untuk dilatih menghafal Alquran. Dalam jangka waktu dua tahun dan pada saat ia berumur 12 tahun, Muhammad Abduh sudah hafal Alquran. Pada tahun 1862 M dan pada usia 13 tahun, Muhammad Abduh dikirim oleh Ayahnya untuk melanjutkan pendidikannya disebuah sekolah agama di Thanta yaitu di Masjid Syaikh Ahmadi sekitar 80 km dari Kairo, Mesir. Masjid ini kedudukannya dianggap nomor dua setelah Universitas Al-Azhar, dari segi tempat belajar Alquran dan menghafanya.33 Setelah hampir dua tahun belajar bahasa Arab, nahwu, shorf, fiqh dan lain sebagainya. Namun, ia merasa tidak mengerti apa-apa. Tentang pengalaman ini Muhammad Abduh mengatakan “Satu setengah tahun saya belajar di Masjid Syaikh Ahmadi dengan tak mengerti suatu apapun. Ini adalah karena metodenya yang salah, guru-guru mulai mengajak kita dengan menghafal istilah-istilah tentang nahwu atau fiqh yang tak kita ketahui artinya. Guru-guru tak merasa penting apakah kita mengerti atau tidak mengeti arti-arti istilah itu”.34Metode belajar pada waktu itu ialah metode menghafal luar kepala. Pengaruh metode ini masih terdapat dalam zaman kita sekarang terutama di sekolah-sekolah agama.35 Pengalaman pertamanya dengan membaca di luar kepala, menghafal nash (teks) dan ulasan serta hukum yang tidak memberinya sarana untuk memahami atas sistem pendidikan di Mesir.36 Karena tidak merasa puas dengan pembelajaran di sana, Muhammad Abduh akhirnya melarikan diri dan meninggalkan pelajarannya di Thanta. Ia pergi bersembunyi disalah satu rumah pamannya di desa Syibral Khit. Tetapi setelah tiga bulan bersembunyi, ia dipaksa kembali pergi belajar ke Thanta. Namun, ia tetap tidak mau karena ia yakin bahwa belajar di Thanta tidak akan membawa hasil baginya. 37 Akhirnya Muhammad Abduh bertekad untuk tidak melanjutkan pendidikannya dan ingin kembali ke desanya saja. Ia berniat untuk menjadi petani seperti yang dilakukan saudara-saudara serta kaum kerabatnya.
Setelah ia kembali di kampungnya, pada tahun 1865 M Muhammad Abduh menikah pada usia yang sangat muda yaitu 16 tahun. Tapi nasib rupanya membawanya menjadi orang besar. Niatnya untuk menjadi petani itu tidak dapat diteruskannya. Baru saja empat puluh hari menikah, Muhammad Abduh dipaksa orang tuannya untuk kembali belajar ke Thanta. Ia pun meninggalkan kampungnya, tapi ia bukan pergi ke Thanta untuk belajar malahan untuk bersembunyi lagi di rumah salah satu pamannya. Pamannya ini adalah orang yang akan merubah jalan hidup Muhammad Abduh. Orang itu bernama Syaikh Darwisy Khad. Ia adalah paman dari Ayah Muhammad Abduh. Syaikh Darwisy Khadr sudah banyak memiliki pengalaman, di mana ia pernah pergi merantau keluar Mesir dan belajar agama Islam dan tasawwuf (tarekat Syadziliah) di Libia dan Tripoli. Setelah selesai pendidikannya Syaikh Darwisy Khadr kembali ke kampungnya.38
Syaikh Darwisy Khadr tahu akan keengganan Muhammad Abduh untuk belajar, maka ia selalu membujuk Muhammad Abduh untuk membaca buku bersama-sama. Sedangkan Muhammad Abduh pada waktu itu benci melihat buku, dan buka yang diberikan oleh Syaikh Darwisy Khadr kepada Muhammad Abduh untuk dibaca malah ia lempar jauh-jauh. Lalu buku itu dipungut oleh Syaikh Darwisy kembali dan diberikan kepada Muhammad Abduh. Akhirnya Muhammad Abduh mau juga untuk membaca buku itu meski hanya beberapa baris. Setiap habis satu kalimat, Syaikh Darwisy memberikan penjelasan luas tentang arti dan maksud yang terkandung dalam kalimat itu.
Setelah beberapa hari membaca buku bersama-sama dengan cara yang diberikan oleh Syaikh Darwisy itu, sikap Muhammad Abduh pun berubah. Ia mulai menyukai buku dan ilmu pengetahuan.39 Sehingga hal tersebut membuat Muahmmad Abduh mulai mengerti apa yang dibacanya dan ia juga ingin mengerti dan mengetahui lebih banyak tentang ilmu yang ia pelajari. Setelah beberapa lama ia bersembunyi di rumah pamannya Syaikh Darwisy Khadr dan belajar di sana. Ia pun pergi dan kembali ke masjid Syaikh Ahmadi di Thanta, dan kali ini minat dan pandangannya untuk belajar telah jauh berbeda dibandingkan sewaktu pertama kali ke sana.40 Satu hal yang perlu dicatat, bahwa pada periode ini Muhammad Abduh sangat dipengaruhi oleh cara dan faham sufi yang ditanamkan oleh Syaikh Darwisy Khadr.
0 Comments: